Create your own banner at mybannermaker.com!
Copy this code to your website to display this banner!

Laman

Jumat, 18 Mei 2012

Mengapa Sukhoi Itu Jatuh


VIVAnews - Pengusaha ini bergegas ke Halim. Rabu siang 9 Mei 2012. Memakai baju safari biru 

Sukhoi Superjet 100, Pesawat Canggih Andalan Rusia (aerospace-technology.com)

lengan pendek, dia berangkat bersama istri dan anak. Tiba di pangkalan TNI Angkatan Udara itu jelang siang. Ada undangan dari perusahaan Tri Marga Rekatama. Perkenalan pesawat Sukhoi Superjet 100.  Pesawat itu bikinan Rusia.

Tiba di Halim mereka bergegas mengisi buku tamu. Sudah banyak undangan di situ. Dia sempat melihat pesawat Sukhoi yang dipamerkan itu. Dari luar tampang bagus. Pesawat itu sedang diparkir.

Sesudah bersalaman dengan petinggi Sukhoi, sang pengusaha bersama istri dan anaknya masuk pesawat. Dia memuji penampilan pesawat itu. Desain interior bagus. Kursi-kursi juga terlihat mengkilap. Maklum pesawat baru. Jarak tempuhnya baru 15.500 km. Bisa mengangkut 98 orang.

Kagum dengan model pesawat itu, sang pengusaha  sempat berfoto. Di dalam  dan di tangga pesawat. Difoto berdiri di lorong pesawat. Memakai kacamata hitam. Tangan kiri mengenggam blackberry.
Dia juga sempat duduk di kursi depan. Dari kursi itu dia mendengar pilot tengah ngobroldengan kopilot. Keduanya berdiskusi tentang rute perjalanan pesawat yang sebentar lagi mengudara. Arah mana yang harus ditempuh. Ke arah gunung atau pantai.  Cuma itu yang didengar. Selebihnya dia lebih banyak melihat interior.

Si pengusaha ini lalu ditawari ikut terbang. Mencoba bagaimana nyamannya melangit bersama Sukhoi. Dia tergoda tapi sore itu ada rapat. Jadi ragu memang. Terbang sebentar lalu mendarat lagi atau segera turun dan melaju ke kantor. Staf sudah menunggu rapat.

Ragu memilih, dia lalu bertanya kepada sang istri. Sang istri tidak setuju. Tak mau terbang. Alasannya, waktu terbang satu jam terbilang lama. Dinasehati begitu dia manut. Mereka lalu turun. Terus melaju ke kantor. Sukhoi itu mengudara pukul dua siang.

Satu setengah jam kemudian, dia mendengar kabar yang membuat bulu kuduk meriang. Pesawat itu hilang kontak. Berkali-kali dihubungi bandara tapi tak bersahut. Di kantornya, si pengusaha itu langsung terduduk lemas. “ Saya langsung sujud syukur,” katanya. Pesawat itu kemudian diketahui jatuh di Gunung Salak. Hancur  berkeping-keping. Semua penumpang tewas.

Dan pengusaha yang beruntung itu adalah Suharso Manoarfa, mantan Menteri Perumahan Rakyat. Setelah mundur dari kursi menteri 12 Oktober 2011, Suharso memang kembali ke dunia usaha. Dia juga merambah  bisnis penerbangan.  Perusahannya sedang butuh pesawat. Untuk penerbangan di kawasan timur Indonesia.

Datang ke Halim Rabu siang itu, Suharso hendak melihat pesawat Sukhoi itu. Jika cocok mungkin bisa dibeli. Meski belum memutuskan membeli atau tidak, Suharso mengaku memetik pelajaran berharga dari kasus ini. “Kalau kita ragu jangan nekat,” katanya. (Baca: Batal Karena Saran Istri).

Selain Suharso sejumlah undangan juga batal terbang bersama pesawat nahas itu. Rupa-rupa sebabnya. Ada yang terlambat sebab terjebak macet Jakarta, ada pula yang terlambat tahu soal undangan itu.

Ada yang  beruntung tapi banyak juga yang nahas. Salah satunya adalah Husdiana Wiganda. Pilot senior dan Manajer Operasional Kartika Air. Salah seorang kerabatnya, Afrizal, berkisah bahwa mestinya Husdiana ikut penerbangan yang pertama. Pukul 10 pagi.
 
Sukhoi itu memang dua kali mengudara. Pertama pukul sepuluh dan yang kedua pukul 2 siang itu. Penerbangan pertama itu diikuti tamu-tamu VIP. Sayangnya Husdiana tidak bisa ikut di penerbangan pertama itu. “Ada barang yang ketinggalan di kantor,” kata Afrizal.

Demi barang yang tertinggal itu, dia terpaksa kembali ke kantor. Lalu memutuskan ikut penerbangan kedua. Pukul dua siang itu. Husdiana tidak sendiri. Ada 45 orang –termasuk awak pesawat-- yang ikut penerbangan kedua itu. Dari catatan buku tamu, lima orang di antaranya adalah wartawan.

Salah satu wartawan adalah Ismi Sunarto dari Trans TV.  Ayah Ismi, Sikun Hadisoenarto, mengaku tidak memiliki firasat apa pun tentang anaknya.  Hanya saja memang ada yang aneh. Malam sebelum naik pesawat, Ismi meminta didoakan agar selamat saat meliput.

Ismi menelepon ayahnya jam 12 malam. “Dia minta didoakan, semoga lancar dan selamat,” kata Sikun dengan suara terbata-bata demi menahan isak tangis. Dan itulah kontak terakhir Sikun dengan anak gadisnya itu.  Sang ayah baru sadar anaknya hilang kontak setelah ditelepon Trans TV. Padahal, kata Sikun sembari berderai air mata, seharusnya Rabu 9 Mei 2012 merupakan hari terakhir Ismi mengikuti pelatihan.
***
Sukhoi adalah pesawat andalan dari negeri Rusia. Nama itu diambil dari nama belakang Pavel Osipovich Sukhoi. Lelaki ini lahir 22 Juli 1895 di sebuah desa kecil dekat kota Vitebsk, yang kini dikenal sebagai Belarusia. Sukhoi adalah murid Andrey Tupolev, yang dikenal sebagai perintis teknologi penerbangan di negeri Leo Tosltoy itu.
Tahun 1953, Sukhoi mulai mengembangan platform pesawat tempur baru. Ini adalah jet tempur tercanggih negeri itu. Namanya kemudian diabadikan dalam nama pesawat tempur itu. Dia wafat 15 September 1975.
Belakangan Rusia ingin masuk ke bisnis penerbangan sipil.  Pesawat Sukhoi Superjet 100 yang jatuh di Gunung Salak adalah bagian dari proyek besar ini. Pesawat ini dibikin Sukhoi Civil Aircarft. Perusahaan ini datang ke Indonesia guna mempromosikan kecangihan pesawat itu.

Pesawat itu juga sudah dinyatakan laik terbang. Pada Juni 2011, telah menerima sertifikat dari Lembaga Sertifikasi Rusia (IACAR). Dan Februari 2012, pesawat ini menerima sertifikat dari Badan Keamanan Penerbangan Eropa (EASA). Mengantungi dua sertifikat itu, pabrik pesawat itu lalu promosi ke sejumlah negara.
Sebelum tiba di Jakarta, pesawat itu sudah promosi di sejumlah negara. Jadi sudah melangit beberapa kali. Dan di Jakarta dia sesungguhnya sudah sukses pada penerbangan pertama pukul 10 itu.  Dia mengudara sekitar 40 menit. Yang diangkut adalah pengusaha dan tamu VIP.
Sukses di penerbangan pertama, dia mengudara lagi pukul dua siang. Belum berapa lama di udara dia hilang kontak. “Pesawat take off ke Pelabuhan Ratu pukul 14.12, lost contactpukul 14.33,” kata Kepala Badan SAR Nasional. Marsekal Madya Daryatmo.
Sesaat sebelum hilang kontak, pesawat menghubungi petugas kontrol lalu lintas udara (air traffic control) Bandara Soekarno Hatta.   “Minta turun dari 10 ribu kaki ke 6 ribu,” kata Daryatmo. Pesawat yang dipiloti Aleksandr Yablontsev dan kopilot Aleksandr Kechetkov tiba-tiba hilang kontak.

Dipanggil berkali-kali tidak bersahut. Lantaran tidak bersahut itu Tim SAR langsung mengerahkan dua helikopter ke Gunung Salak. Tapi  cuaca sungguh buruk. Pencarian lalu dihentikan sore hari. 
Pesawat itu baru ditemukan pada Kamis pagi 10 Mei 2012. Pukul delapan lebih 30 menit. Pesawat itu menabrak tebing Gunung Salak. Kondisinya hancur berkeping-keping. Lokasi reruntuhan pesawat ditemukan tim SAR. Mereka terbang dengan helikopter Super Puma.
Puncak Gunung Salak itu ada tiga. Tebing yang ditabrak itu berada di Puncak Gunung Salak I. Puncak itu setinggi  7.253 kaki. “Tempat ini persis di koordinat yang kami duga saat lost contact,” kata Daryatmo. Menurut dia, di atas serpihan pesawat ada logo Sukhoi. Tapi Tim SAR masih sudah mendekat. Cuaca sangat buruk.
Beruntung Jumat siang tim ini berhasil menembus lokasi yang susah itu. Pesawat itu hancur berkeping-keping. Jenazah penumpang juga tak utuh. Tim itu menemukan belasan jenazah. “Tidak ada survivor,” ujar Gagah Prakoso, juru bicara Badan SAR Nasional.
***
Pesawat sudah ditemukan. Korban sedang dievakuasi. Kini yang tertinggal adalah mencari sebab mengapa pesawat yang terhitung canggih itu bisa tamat di Gunung Salak itu. Sebab musabab itu penting ditemukan agar menjadi pelajaran dan tidak terulang di belakang hari.
Otoritas seperti Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) kini sedang melakukan penyelidikan. Kotak hitam yang mungkin bisa diandalkan merekam sebab musabab malapetaka itu sedang dicari. Kini yang berkembang adalah analisis, dugaan sementara berdasarkan komunikasi terakhir pilot dengan Air Traffic Control (ATC) dan kondisi di lapangan.
Mantan istruktur penerbang Hercules –yang juga putra pahlawan dirgantara Halim Perdanakusuma -- Marsekal Madya (Purn.) Ian Santoso Perdanakusuma menuturkan bahwa murid-muridnya terbiasa latihan terbang di atas Gunung Salak itu. Dan itu sudah bertahun-tahun.
Gunung Salak dipilih, katanya, lantaran wilayah itu sepi. Sepi dari lalu lintas pesawat. Tak ada pesawat dari Jakarta lewat di situ. Apalagi di sana ada Lapangan Udara Atang Sanjaya. Jadi mudah turun jika darurat.
Mengapa bisa selamat latihan di sana. Ian menjelaskan ada dua pedoman agar selamat.Instrumen Flight Rules (IFR) dan Visual Flight Rules (VHR). Kalau cuaca di atas Gunung Salak tidak bersahabat, dia melarang murid-muridnya terbang di bawah 10 ribu kaki. “Sebab tinggi gunung 7 ribu kaki,” ujar mantan Kepala Badan Intelejen Strategis jaman Presiden Abdurrahman Wahid.
Jika terpaksa turun ada syaratnya. Paling rendah 8 ribu kaki. Tak boleh kurang. Karena itu Ian heran kenapa pilot Sukhoi meminta turun dari ketinggian 10 ribu ke 6 ribu.  Ia menduga pilot memilih turun karena cuaca sungguh buruk. Tapi dia tak menyalahkan sang pilot. “Mungkin dia tidak mengetahui medan di atas Gunung Salak,” katanya. Jadi cuaca buruk bisa jadi salah satu kemungkinan sebab-musabab petaka ini.
Tapi ijin turun ke 6 ribu kaki itulah yang kini jadi pertanyaan sejumlah orang. Sunaryo dari PT Trimarga Rekatama, mempertanyakan mengapa permintaan itu dikabulkan. ”Pilot minta ijin turun tetapi diijinkan,” katanya.
Badan SAR Nasional menjawab pertanyaan itu. Mereka membantah bahwa si pilot diijinkan turun ke 6 ribu kaki. Menurut Juru Bicara Tim SAR, Gagah Prakoso, menara di Soekarno Hatta sesungguhnya belum mengijinkan permintaan itu. “Dia hanya report kepada ATC turun ke 6 ribu. Belum dijawab oleh tower dia sudah menabrak,” katanya.
Saat permintaan itu masuk, kata Gagah, pesawat sedang melaju pada kecepatan 800 km/jam. Pilot minta turun, katanya, karena cuaca di atas sangat buruk. Kabut tebal. Ketika kontak terakhir dengan bandara, pesawat  sedang menghindari awan tebal.
Cuaca buruk itulah yang dicatat Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN). Hasil pantauan lembaga itu mengambarkan bahwa ketika Sukhoi melintas, Gunung Salak sedang ditutup awan 100 persen. Pantauan satelit MTSAT juga menunjukkan bahwa cuaca sangat buruk saat pesawat melintas. Terdapat awan tebal di sana. Jadi cuaca yang sangat buruk itu berupa awan tebal yang bisa mengacaukan penerbangan.
Selain cuaca buruk itu ada dugaan sebab lain. Wilayah Gunung Salak itu berkontur gunung yang tajam. Sering terjadi turbulensi udara yang menyebabkan terjadinya ruang hampa udara yang bisa membahayakan penerbangan. Kordinator Rescue PT Dirgantara Indonesia, Bambang Munardi, menegaskan bahwa pesawat itu mungkin masuk ruang hampa udara. Itu sebabnya dia minta ijin turun. “Jadi dia turun drastis dalam waktu yang sangat singkat,” katanya. Dan turun drastis dalam tempo cepat memang sulit.
Pilot, kata Bambang, harus mempunyai kemampuan khusus menstabilkan pesawat. Pesawat itu harus pula dilengkapi teknologi guna mengatasi situasi seperti itu. Bambang menegaskan bahwa menganalisis sebab musabab petaka ini harus pula mengetahui teknologi pesawat dan catatan sang pilot.
Itu sebabnya, kata ketua KNKT Tatang Kurniadi, mereka akan mengandeng KNKT Rusia dalam menyelidiki kasus ini.“Sesuai tata cara internasional Indonesia yang akan memimpin tim ini,” ujarnya. Tim KNKT Rusia sendiri sudah datang ke Indonesia.
Otoritas Rusia sendiri memberi kemungkinan sebab ketiga dalam kecelakaan ini. Human eror. "Para ahli bilang semua perlengkapan berfungsi dengan baik," kata Wakil Perdana Menteri Rusia, Dmitry Rogozin, bagaimana dikutip Ria Novosti, Kamis 10 Mei 2012.
Dengan kata lain, tegasnya, “Ini disebabkan oleh kesalahan manusia," Menurut Rogozin, pesawat yang diproduksi 2007 ini merupakan pesawat kompetitif dan memiliki masa depan cerah.
Menurut Christian Science Monitor, Sukhoi Superjet 100  milik Sukhoi dikenal sebagai pesawat tanpa riwayat kecelakaan. Satu-satunya catatan negatif adalah pembatalan penerbangan Maret lalu dari Moskow ke kota Astrakhan, dekat laut Kaspia, akibat gangguan pada roda pesawat.

Tapi pada pekan lalu, pesawat ini juga sempat keluar landasan di kota Kazan, Rusia. Pesawat ini juga sempat dikandangkan karena masalah AC. Maskapai Aeroflot asal Rusia yang telah menggunakan pesawat ini mengatakan, penumpang Sukhoi Superjet  tidak pernah berada dalam keadaan bahaya.

Pesawat ini memang sudah digunakan oleh dua negara. Pertama oleh maskapai Aeroflot Rusia pada tahun 2012. Sedang yang satu lagi maskapai Armavia, Armenia, pada bulan April 2011.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar