Genoa - Entah apakah pernah ada kejadian seperti ini: pemain dipaksa mencopot seragamnya di tengah pertandingan oleh suporternya sendiri. "Penyanderaan" ini dialami oleh klub Genoa.
Suasana di Stadio Comunale Luigi Ferraris, Minggu (22/4/2012) sore waktu setempat, seketika menegangkan setelah kiper Genoa, Sebastien Frey, melakukan sebuah penyelamat krusial di menit 52, atau dua menit setelah ia kebobolan untuk kali keempat di laga itu.
Dalam keadaan tertinggal 0-4 dari Siena saat itu, yang membuat Genoa terancam terdegradasi, kelompok suporter garis keras ultras "turun tangan". Mereka membakar kembang api dan mercon, sebagian melemparkannya ke tengah lapangan.
Ratusan orang mendekati pagar pembatas penonton dengan lapangan untuk mencemooh pemain-pemainnya. Situasi mulai kacau. Polisi bereaksi, menggunakan gas airmata setelah keadaan mulai tak terkendali.
Beberapa ultras mendaki atap lorong, untuk memastikan para pemain tidak meninggalkan lapangan. Pertandingan sudah berhenti sampai saat ini. Marco Rossi, kapten Genoa, mengambil tanggung jawabnya dengan menghampiri pentolan ultras, meminta mereka supaya tertib agar pertandingan bisa dilanjutkan. Tapi pimpinan-pimpinan tifosi itu meminta agar Rossi dan semua rekan-rekannya mencopot kausnya, karena dianggap "tidak pantas" mengenakannya.
Setelah 15 menit berlalu, wasit dan asistennya meninggalkan lapangan. Sebagian pemain Genoa bertahan, berharap mereka bisa menenangkan suporternya sendiri. Tapi itu tidak berhasil. Ultras ngotot pada tuntutannya.
Rossi akhirnya mengumpulkan semua kaus pemain. Bek kanan Giandomenico Mesto terlihat sangat berat. Ia menangis ketika harus menyerahkan baju timnya itu. Satu-satunya pemain yang menolak adalah Giuseppe Sculli. Dibantu pula oleh Frey, ia mencoba bernegosiasi langsung dengan suporter, tampak sabar menjelaskan kepada mereka, bahwa ia dan rekan-rekannya sudah berusaha mengeluarkan seluruh kemampuannya, mencoba bermain sebaik mungkin. Tapi ia kemudian menangis, terlalu tidak nyaman dengan "intimidasi" ultras.
Melihat para pemain mulai "pasrah", mereka akhirnya setuju agar pertandingan dilanjutkan, setelah sekitar 40 menit terhenti. Anehnya, di sektor Marassi banyak penonton sudah pergi, tapi sebagian lain bernyanyi dengan tubuh membelakangi lapangan.
Genoa berhasil mendapatkan satu gol melalui bunuh diri Cristian Del Grosso. Tapi di akhir laga mereka tetap kalah dengan skor 1-4. Tim Alberto Malesani hanya satu angka di atas garis zona degradasi.
Kejadian ini sangat disesali oleh presiden Genoa, Enrico Preziosi. Ia mengingatkan suporter, jika pertandingan tidak dilanjutkan, mereka akan semakin rugi karena bisa terkena sanksi pemotongan poin. Tak cuma itu, apa yang dilakukan ultras sudah kelewat batas.
"Ini sangat memalukan. Ada 60-100 orang bertingkah seakan-akan mereka kebal huhum, dan melakukan apa saja yang mereka mau tanpa mau diperiksa. Kita tak punya kultur sport di sini, karena semua orang harus belajar menerima kekalahan," tuturnya, dilansir Football Italia.
"Selama di sini aku sudah membuat banyak kesalahan. Tapi aku tidak bisa mendatangi Curva Nord di setiap laga untuk minta maaf secara pribadi. Faktanya, aku berharap kami dikenakan larangan bermain di kandang sendiri, supaya kami bisa main dalam atmosfer yang lebih tenang. Aku tidak bisa mendukung kelakuan seperti ini. Buat saya, mereka bukan fans sejati Genoa. Ini tidak benar."
Preziosi, yang kemudian ikut bergabung bersama para pemainnya di lapangan, menyebut aksi para ultras itu sudah seperti menyandera mereka.
"Dijadikan sandera oleh sekelompok fans gadungan itu adalah sebuah kegilaan.... Aku tidak senang melihat pertukaran ini untuk mempermalukan para pemain," sergah sang presiden.
Giancarlo Abete, presiden federasi sepakbola Italia atau FIGC, juga sudah mengeluarkan pernyataankecaman terhadap aksi ultras Genoa itu. Pentolan-pentolannya akan dilarang ke stadion lagi seumur hidupnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar