Orang Portugal ini menyabet gelar ketujuh dalam 10 tahun terakhir saat membawa Madrid meruntuhkan hegemoni Barcelona. Pantaskah Mourinho disebut pelatih terbaik sepanjang sejarah?
Jose Mourinho mengangkat lima jari dari tangan kanan dan dua jari dari tangan kiri sebagai simbol kesuksesannya meraih tujuh gelar bergengsi dalam satu dekade karier kepelatihannya. Ya, itu dilakukan pelatih yang menyebut dirinya sebagai The Special One, setelah Los Blancosmembekuk Athletic Bilbao di San Mames, tengah pekan ini. Ini merupakan gelar La Liga pertama Madrid sejak 2008, di mana pada periode itu hegemoni Barcelona tak tersentuh.
Serangkaian sukses yang diraih Mourinho dalam 10 tahun, membuatnya menjadi salah satu pelatih terbaik dalam sejarah. Hebatnya lagi, Mourinho mencatat prestasi tersebut di empat negara berbeda, pertama Portugal, kemudian Inggris, Italia dan sekarang Spanyol. The Special One bahkan mengklaim gelar terakhir yang diraihnya bersama Los Blancos merupakan yang tersulit, karena dia harus membekuk superioritas Barcelona yang disebut-sebut sebagai tim terbaik sepanjang sejarah.
Jika Blaugrana dianggap sebagai tim dengan penampilan terbaik, apa sebutan yang pantas disematkan kepada pelatih yang mampu mengalahkan mereka di tiga kompetisi berbeda, Copa del Rey, La Liga dan Liga Champions? Tak ada pelatih lain yang mampu menghancurkan Barca, seperti yang dilakukan Mourinho. Jadi, jika Barcelona disebut sebagai tim terbaik, pantaskah Mourinho dikukuhkan sebagai pelatih terhebat?
Membandingkan pelatih dan tim terbaik di era yang berbeda bukan perkara mudah, tapi serangkaian prestasi yang ditorehkan Mourinho cukup berbicara. Pria asal Portugal ini satu dari sedikit pelatih yang mampu mengklaim gelar domestik tertinggi di empat negara berbeda, satu-satunya arsitek yang membawa juara di tiga kompetisi terelite dan satu dari tiga pelatih yang menggondol trofi Liga Champions di dua klub berbeda. Tak perlu diragukan, Mourinho memiliki formula juara.
Di Porto-lah awal dari sukses Mourinho. Datang di pertengahan musim, The Special One membawa The Dragonsmerebut dua gelar liga, kemudian Uefa Cup dan Liga Champions, sebelum akhirnya hijrah ke Chelsea dan menyegel dua gelar bergengsi.
Setelah gagal bersaing dengan Manchester United di musim ketiga, Mourinho dipaksa angkat kaki oleh pemilik klub Roman Abramovich di awal musim keempat. Sempat istirahat sejenak, Mourinho kemudian menerima pinangan Inter Milan, merebut dua gelar Scudetti, Liga Champions dan gelar lainnya.
Sukses membawa Inter meraih treble winners, dia malah meninggalkan Giuseppe Meazza dan menjajal peruntungan di Madrid, klub yang dalam empat tahun sebelumnya selalu berada di bawah bayang-bayang Blaugrana. Dalam debutnya, Mourinho memang gagal mempersembahkan La Liga dan hanya sukses memberikan Copa del Rey.
Tapi toh pria yang pernah menjadi asisten pelatih Blaugrana itu menepati janjinya di musim kedua. Mourinho berhasil merebut gelar tertinggi di Spanyol, sekaligus menggenapkan gelar ketujuhnya dalam satu dekade.
Tidak seperti pelatih hebat lainnya sebelum dia, Mourinho bisa dibilang belum gagal. Sejak musim pertamanya di Porto, pria asal Setubal mengklaim setidaknya satu trofi setiap musim, di empat klub berbeda. Jika ditotal, Mourinho telah mengoleksi 19 gelar dari empat tim tersebut (enam di Porto dan Chelse, lima di Inter dan dua di Madrid).
The Special One pun akhirnya memastikan bertahan di Spanyol musim depan demi melanjutkan dominasi timnya setelah Pep Guardiola memutuskan hengkang akhir musim. Target utama Los Blancos musim depan adalah merebut trofi Liga Champions kesepuluh.
Ambisi Madrid ini sejalan dengan target pribadi Mourinho yang membidik tiga trofi paling bergengsi di Eropa dengan tiga klub berbeda. Legenda Liverpool Bob Paisley memang berhasil mempersembahkan tiga gelar European Cup sepanjang masa baktinya di Anfield, tapi tak ada seorang pun yang mampu melakukannya di tiga tim berbeda.
Kemampuan Mourinho beradaptasi di negara, budaya dan kompetisi berbeda memang luar biasa. Dia memilih meninggalkan zona nyaman dan mencoba tantangan baru di klub berbeda. Sejauh ini, Mourinho sukses membuktikannya. Dan meski dia menerima banyak kritik dari fans serta media, para pemain tetap menaruh hormat. Sebut saja Cristiano Ronaldo dan Zlatan Ibrahimovic, yang menyanjung sang pelatih setinggi langit.
Ekspresi kemenangan |Selebrasi Mourinho saat juara Liga Champions bersama Inter
Jadi, pantaskah dia disebut pelatih terbaik sepanjang masa?
Tergantung. Seperti yang dikatakan sebelumnya, tidak mudah memberikan predikat pelatih terbaik. Semua ini tergantung dari apa definisi sukses itu sendiri. Jika pengertian sukses adalah membangun sebuah dinasti di satu klub seperti yang dilakukan Sir Alex Ferguson di Manchester United atau Giovanni Trapattoni dengan Juventusnya di periode 1970 dan 1980, maka Mourinho tidak bisa disebut hebat. Dia belum mampu membuat sebuah dinasti dalam sebuah klub, karena memilih strategi kerja sama jangka pendek untuk meraih kesuksesan.
Selain soal loyalitas, kondisi sumber daya dalam klub juga layak diperhitungkan. Selain Porto, semua gelar yang diraih Mourinho dilakukannya bersama klub yang bergelimang uang. Chelsea, Inter dan Madrid merupakan klub yang rela menggelontorkan dana melimpah demi memboyong pemain-pemain kelas dunia dan ini jelas memudahkan tugasnya meracik strategi. Gampangnya adalah melihat apa yang didapat Roberto Mancini bersama Manchester City sekarang ini.
Lalu bagaimana dengan gaya permainan? Mourinho memang menyabet 19 trofi sepanjang karier, tapi tidak satu pun diantaranya yang memperlinhatkan keindahan permainan sepakbola. Mourinho membawa gelar, tapi tidak keindahan, maka hanya gelar itu yang akan diingat generasi yang akan datang bukan permainan cantik seperti yang diagungkanBlaugrana.
Walau tidak mengklaim dirinya sebagai pelatih yang mengandalkan taktik bertahan, tim-tim besutan Mourinho lebih mengedepankan permainan pragmatis dan efisien ketimbang memainkan ball possesion atau elegan. Dan dari 100 gol yang dicetak Madrid di La Liga musim ini, sebagian besar berasal dari filosofi serangan balik bukan penguasaan bola.
Jadi apakah tim Mourinho akan dikenang oleh generasi berikut seperti yang dilakukan Ajax pada 1970-an, Arrigo Sacchi dengan Milannya, tiki-taka Barca yang dikenalkan Guardiola atau bahkan sukses Brasil di Piala Dunia 1970. Jawabannya tidak. Mourinho jelas tidak peduli dengan anggapan tersebut, dia memilih menang dibandingkan bermain indah tapi tak mendapat apa-apa.
Sukses dan gaya permainan |Tapi, mampukah Guardiola sukses di tempat lain?
Satu hal lagi yang menjadi pertimbangan apakah Mourinho pantas disejajarkan dengan pelatih terbaik adalah sikapnya dianggap arogan. Anda tentu masih ingat bagaimana The Special One mencubit bagian dekat mata calon pelatih Barca Tito Vilanova?
Sikap tak terpuji seperti itu mungkin bisa merusak citra Mourinho, tapi hal demikian jelas tidak bisa jadi alasan untuk meremehkan kemampuannya. Dia bukan satu-satunya pelatih yang mengandalkan mind games dan dia tidak peduli dengan label sempurna seperti Guardiola, contohnya.
Sikap tak terpuji seperti itu mungkin bisa merusak citra Mourinho, tapi hal demikian jelas tidak bisa jadi alasan untuk meremehkan kemampuannya. Dia bukan satu-satunya pelatih yang mengandalkan mind games dan dia tidak peduli dengan label sempurna seperti Guardiola, contohnya. |
Di era sekarang, Guardiola mungkin pelatih yang bersaing ketat dengan Mourinho dalam ururan gelar. Entrenador Barca itu memberikan 13 gelar, atau mungkin 14 jika sukses juara di Copa del Rey, hanya dalam kurun waktu empat musim di klub Catalan.
Tapi, sukses The Special One mereplika serangkaian sukses di negara, kultur dan liga berbeda bisa dianggap sebagai kunci yang membuatnya layak disejajarkan dengan Guardiola atau bahkan di atasnya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar